Perjalanan Hidup Selama 20 Tahun Berada di Bumi
Perjalanan hidup saya dimulai pada hari jumat, 19
November 1999, hari, bulan dan tahun dimana saya dilahirkan dan berada dibumi. Tahun
2020 adalah tahun yang akan menjadi tahun ke-21 saya berada dibumi. Walaupun
baru hampir 21 tahun, perjalanan hidup saya berlika-liku, diatas dan dibawah.
Semasa kecil saya tinggal disebuah kontrakan kecil, tetapi saya sangat
dimanjakan oleh kedua orang tua saya, everything that i wanted, they gave me
all of them. Akan tetapi masa kecil saya dihabiskan bersama nenek saya,
dikarenakan kedua orang tua saya kerja untuk mencari nafkah. Dan dampak
buruknya adalah saya susah untuk ngomong lancar dan menjadi cadel, karena saya
jarang diajak untuk berbicara pada masa balita. Saya selalu diajak oleh nenek
saya kepasar untuk membeli kebutuhan nenek saya sebagai pahlawan tanda jasa “penjahit”.
Pada tahun 2005/2006, orang tua saya mendapatkan
rezeki dan memutuskan untuk membeli sebuah rumah yang hanya berjarak 1 km dari
kontrakan kecil yang pernah ditinggali oleh saya dan orang tua saya. Sekian
tahun berlalu sampai dimana mama saya berhenti bekerja karena mengandung adik
saya. Tahun 2007, tepat setahun atau dua
tahun tinggal dirumah baru, kami mendapatkan bencana alam yang tak terduga.
Tahun 2007 dimana DKI Jakarta dilanda banjir bandang yang terparah yang pernah
terjadi di Jakarta. Namun pada saat kejadian, saya sekeluarga lagi tidak berada
dirumah, melainkan berada dirumah eyang saya di Tangerang.
Akan tetapi, musibah tersebut membawa berkah buat
orang tua saya, karena beberapa bulan setelah bencana tersebut, orang tua saya
dapat kesempatan untuk membuat kontrakan, membeli tanah dan membangun rumah. Kehidupan
orang tua saya dan saya tidak stabil kadang berada diatas kadang berada
dibawah, itulah roda kehidupan. Pernah merasakan hanya makan pakai nasi +
kerupuk + kecap manis beberapa kali dikarenakan kondisi perekonomian orang tua
saya yang tidak stabil.
Pada tahun tersebut, papa saya merupakan pns baru
dimana gaji masih kecil, bahkan sering kali papa saya jalan kaki beberapa
kilometer dari rumah kejalan besar untuk naik bis kekantornya. Untuk mengirit
duitnya, papa saya sering puasa dan pulang jalan kaki dari halte transjakarta
di pertanian sampai kerumah saya yang berjarak kurang lebih ±5 km. Bukan hanya
disitu saja, untuk menstabilkan perekonomian keluarga, mama saya rela menjual
kontrakannya karena kebutuhan yang sangat mendesak. Dan orang tua saya dan saya
bisa keluar dari masa-masa tersebut.
Pada tahun 2012, saya melanjutkan pendidikan saya ke
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saya berhasil keterima disalah satu SMPN
favorit didaerah rumah saya. Masa pra remaja saya di SMP tidak terlalu buruk,
walaupun lingkungan atau circle teman-teman saya pada rusak dan buruk. Karena
mama saya selalu berusaha mengingatkan kepada saya “mas, mama hanya ingin
dateng kesekolah kamu karena dua hal; ambil rapot atau ada rapat, dan itu hanya
rapat penting. Selain itu mama tidak mau, kalo misalkan kamu kena masalah,
panggil orang lain aja” kata-kata itu masih membenak didiri saya, karena telah
menselamatkan masa pra remaja dan remaja saya.
Saat SMP dimana saya mengenal ‘cinta’ yang membuat
nilai saya turun, pacaran, jalan, dan segala macamnya yang membuat saya lebih
mementingkan itu dari pada pelajaran. Akan tetapi, perlahan demi perlahan saya
bisa menaiki nilai-nilai saya.
Dan pada 2015 akhirnya saya bisa diterima disalah satu
SMAN favorit di Jakarta. Lingkungan dan pergaualan SMA sangatlah keras dan
buruk. Awal masuk SMA, setiap hari pulang malem karena nongkrong dan main
segalanya. Sampai orang tua saya kesal dan marah terhadap perilaku dan sikap
saya yang berubah dan ingin keluar rumah dan selalu pulang malem. Pada puncak
terjadi ketika beberapa bulan berada dibangku kelas 10, saya dipaksa untuk
nongkrong hingga larut malam oleh senior saya di SMA. Ketika saya pulang papa
saya sudah kesal dan terlihat ingin mukul saya, namu beliau tidak bisa memukul
saya karena suatu hal.
Dari kejadian itu saya tidak kapok dan mengulanginya
lagi. Tapi kali ini saya ada acara angkatan SMA saya yaitu malem keakraban
(MAKRAB). Dari awal mama saya sudang mengwanti-wanti agar tidak pulang lebih
dari jam 8 malam, tapi saya hiraukan. Dan saya pulang sampai rumah jam 2 dini
hari setelah selesai acara. Ketika saya ingin masuk kerumah, mama saya tau saya
pulang sangat malem. Dan akhirnya saya tidak boleh masuk kerumah alias
dikunciin dari dalam. Kemudian saya kerumah temen saya yang berjarak 7-8 km
untuk numpang tidur sampai subuh tiba. Saat subuh tiba saya kembali kerumah dan
meminta maaf atas kesalahan saya terhadap mama saya.
Kebetulan pada saat itu papa saya sedang dinas diluar
kota. 3 tahun di SMA, saya tidak menemukan support system alias pasangan,
tetapi saya mempunyai sahabat-sahabat saya yang sangat peduli dengan saya dan
selalu ada buat saya. Ketika saya kelas 12, saya belajar giat supaya
mendapatkan PTN yang saya inginkan, akan tetapi saya tidak mendapatkanya.
Moment kebahagiaan menurut saya adalah ketika saya
bisa pergi liburan dengan keluarga saya. Karena itu adalah hal yang sangat
jarang, mengingat papa saya adalah seorang PNS yang setiap berapa hari sekali
harus dinas keluar kota.
Moment yang paling menyedihkan dan yang membuat saya
totally down adalah ketika saya tidak diterima disemua PTN yang saya pilih.
Kenapa? Karena saya bukan hanya mengecewakan diri saya sendiri, akan tetapi
saya mengencewakan kedua orang tua saya yang sudah bersusah payah membimbelkan
dan memberi semua dana untuk mengikuti test tersebut. Saya sangat down tidak
bisa berkata-kata dan melakukan aktifitas seperti biasanya pada saat itu. Dan
orang tua saya tidak terima kalo saya tidak berhasil diterima disalah satu PTN
yang saya inginkan. Butuh waktu seminggu untuk orang tua saya menerima
semuanya.
Moment menyeramkan yang saya pernah alami adalah saat
saya pulang liburan dari Jogja bersama keluarga menggunakan mobil. Ketika saya
mengendarai mobil pada jam 12 malem dengan rasa lelah dan mengantuk,
menyebabkan saya tidak fokus membawa mobil dan terjadi lah sempretan dengan
mobil lain. Kenapa menyeramkan? Karena saya membawa orang tua dan adik saya, saya
tidak habis pikir jika saya banting stir apa yang akan terjadi. Tetapi
alhamdulilah Allah swt. masih melindungi kami sekeluarga.
Dan kehidupan didunia perkuliahan belum terlalu banyak
apa yang saya alami. Tapi yang saya pelajari adalah berpikir kritis itu penting
karena merupakan fundamental dari seseorang. Masih banyak yang harus saya
pelajari selama di dunia perkuliahan, sebelum saya merasakan ‘dunia’ sebenarnya
setelah lulus kuliah.